Labels

daniera (118) kanazawa (7) nada (92) pengetahuan umum (6) profesi guru (1) puisi (16) skripsi (1)

Rabu, 03 Oktober 2012

Senja


Adu argumen sore tadi ternyata mampu membuatku kacau. Aku bersegera meninggalkan auditorium dan menuju kamarku untuk berganti pakaian santai. Tak lupa aku kaitkan jaket pada lenganku. Aku berjalan bergegas menuju tempat di pinggiran pantai, perkiraanku masih termasuk garis pantai Anyer. Kemarin, tempat itu hanya dapat kunikmati dari view kamar hotel Patrajasa.

Sepanjang jalan menuju tempat itu buliran pasir masuk ke dalam alas kakiku. Menyentuh kulitku. Terasa hangat. Pasir pantai itu sepertinya menyerap pancaran panas matahari sejak pagi. Tapi aku sama sekali tak merasa risih dengan hal itu. Aku selalu suka matahari. Betapapun peluh berjatuhan saat terik, matahari selalu memberikan kenangan indah di akhir sebelum pada akhirnya menyisakan kegelapan dalam lelap. Ya, kenangan indah itu adalah senja.

Saat akhirnya deburan ombak sampai menghempas kakiku, aku tersenyum dan terus mengayunkan langkah. Buliran pasir yang kering dan hangat kini tergantikan oleh hempasan pasir basah yang dibawa ombak. Menghantarkan kesejukan dalam setiap dinginnya butir-butir pasir menyentuh kulit kakiku. Angin yang menerpa, mampu membuat bibirku bergemetaran menahan dinginnya. Sambil terus berjalan kukenakan jaket. Kumasukkan kedua telapak tangan ke dalam saku jaket dan mulai menikmati senja.

Jarak aku dengan tempat itu semakin dekat,  semakin jelas bebatuan besar yang tersusun acak yang dari jauh aku hanya melihatnya sebagai  tumpukan batu. Tapi kini aku melihat detail. Kusempatkan menyentuh permukaan salah satu batu dan aku coba merasakannya. Lembut, licin, pada beberapa bagian terasa kasar, tapi kemudian ada kelembutan. Ah, ternyata lumut-lumut itu menutupi sebagian permukaan batu. Sebagiannya lagi mungkin terhempas ombak saat pasang membuat kerapuhan yang kurasakan kesat tadi. Dan akhirnya aku menoleh ke arah bagian lain dari tumpukan batu. Tempat yang sedari kemarin menarik perhatianku, dan menyihirku untuk berjanji mendatangi tempat ini ketika senja datang.

Persis seperti yang kuduga, aku dapat menikmati senja secara sempurna di tempat ini. Berbeda dari pantai rekreasi. Jauh dari kebisingan. Pasirnya ternyata begitu lembut. Gemas rasanya aku melihatnya. Kurentangkan jemari tanganku. Kemudian aku masukkan kedua tanganku ke dalam pasir-pasir lembut itu, kutarik, membentuk jejak jemari di atas hamparan pasir. Sungguh lepas perasaanku sore itu. Aku duduk di hamparan pasir lembut itu, menikmati angin, menikmati matahari di batas cakrawala, menikmati senja. Kurentangkan jemari tanganku, kemudian kedua tanganku kujadikan tumpuan di belakang. Kutengadahkan wajah, semburat merah di langit nampak begitu menyala, begitu hidup, begitu bebas. Kembali pandanganku terkait pada matahari yang benar-benar akan tenggelam dalam batas cakrawala, warnanya memengaruhi warna air laut sepertinya laut itu airnya telah berubah menjadi jingga karena merahnya matahari saat senja. Kupejamkan mata, senyummu muncul di sana, tawamu terdengar begitu renyah. Tapi kemudian aku kembali membuka mata telingaku hanya menangkap suara deburan ombak. Semua seperti membias, aku terhanyut dalam senja hari itu, aku terbawa seperti matahari. Aku tenggelam menyusul kedamaian, mengenangmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar