Adu argumen sore tadi ternyata mampu membuatku kacau. Aku
bersegera meninggalkan auditorium dan menuju kamarku untuk berganti pakaian
santai. Tak lupa aku kaitkan jaket pada lenganku. Aku berjalan bergegas menuju tempat
di pinggiran pantai, perkiraanku masih termasuk garis pantai Anyer. Kemarin,
tempat itu hanya dapat kunikmati dari view
kamar hotel Patrajasa.
Sepanjang
jalan menuju tempat itu buliran pasir masuk ke dalam alas kakiku. Menyentuh
kulitku. Terasa hangat. Pasir pantai itu sepertinya menyerap pancaran panas
matahari sejak pagi. Tapi aku sama sekali tak merasa risih dengan hal itu. Aku selalu suka matahari.
Betapapun peluh berjatuhan saat terik, matahari selalu memberikan kenangan
indah di akhir sebelum pada akhirnya menyisakan kegelapan dalam lelap. Ya, kenangan indah itu adalah senja.
Saat
akhirnya deburan ombak sampai menghempas kakiku, aku tersenyum dan terus
mengayunkan langkah. Buliran pasir yang kering dan hangat kini tergantikan oleh
hempasan pasir basah yang dibawa ombak. Menghantarkan kesejukan dalam setiap
dinginnya butir-butir pasir menyentuh kulit kakiku. Angin yang menerpa, mampu
membuat bibirku bergemetaran menahan dinginnya. Sambil terus berjalan kukenakan
jaket. Kumasukkan kedua telapak tangan ke dalam saku jaket dan mulai menikmati senja.
Jarak
aku dengan tempat itu semakin dekat,
semakin jelas bebatuan besar yang tersusun acak yang dari jauh aku hanya
melihatnya sebagai tumpukan batu. Tapi
kini aku melihat detail. Kusempatkan menyentuh permukaan salah satu batu dan
aku coba merasakannya. Lembut, licin, pada beberapa bagian terasa kasar, tapi
kemudian ada kelembutan. Ah, ternyata lumut-lumut itu menutupi sebagian
permukaan batu. Sebagiannya lagi mungkin terhempas ombak saat pasang membuat
kerapuhan yang kurasakan kesat tadi. Dan akhirnya aku menoleh ke arah bagian
lain dari tumpukan batu. Tempat yang sedari kemarin menarik perhatianku, dan
menyihirku untuk berjanji mendatangi tempat ini ketika senja datang.
Persis
seperti yang kuduga, aku dapat menikmati senja secara sempurna di tempat ini.
Berbeda dari pantai rekreasi. Jauh dari kebisingan. Pasirnya ternyata begitu
lembut. Gemas rasanya aku melihatnya. Kurentangkan jemari tanganku. Kemudian
aku masukkan kedua tanganku ke dalam pasir-pasir lembut itu, kutarik, membentuk
jejak jemari di atas hamparan pasir. Sungguh lepas perasaanku sore itu. Aku
duduk di hamparan pasir lembut itu, menikmati angin, menikmati matahari di batas
cakrawala, menikmati senja. Kurentangkan jemari tanganku, kemudian kedua
tanganku kujadikan tumpuan di belakang. Kutengadahkan wajah, semburat merah di
langit nampak begitu menyala, begitu hidup, begitu bebas. Kembali pandanganku
terkait pada matahari yang benar-benar akan tenggelam dalam batas cakrawala, warnanya
memengaruhi warna air laut sepertinya laut itu airnya telah berubah menjadi
jingga karena merahnya matahari saat senja. Kupejamkan mata, senyummu muncul di
sana, tawamu terdengar begitu renyah. Tapi kemudian aku kembali membuka mata
telingaku hanya menangkap suara deburan ombak. Semua seperti membias, aku
terhanyut dalam senja hari itu, aku terbawa seperti matahari. Aku tenggelam
menyusul kedamaian, mengenangmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar