Labels

daniera (118) kanazawa (7) nada (92) pengetahuan umum (6) profesi guru (1) puisi (16) skripsi (1)

Minggu, 19 Desember 2010

Stasiun Rangkasbitung saat itu,,,

Aku yang lemah tanpamu
Aku yang rentan karena
cinta yang telah hilang darimu,,,
(samsons)

Sambil berlinang air mataku,,,, kenangan itu muncul bagaikan dementor yang menggambarkan ketakutan dan menghisap aura kebahagiaanku. Tanpa kusadari, ternyata kumerindukan sesuatu yang tidak kuketahui apa itu sebenarnya.
Tiba-tiba kenangan saat kusandarkan kepalaku di pundak kakakku, Atu Purnama, saat dalam perjalanan bus menuju Pandeglang siang itu muncul lagi, kuingat lagi. Kurasakan dia begitu menyayangiku, melindungiku. Bahagia yang kurasa, tapi saat itu kurasakan juga ketegangan yang tidak main-main. Yeah, bahkan untuk mengingatnya pun terasakan olehku sampai saat ini ketegangan itu, mungkin aku yang terlalu melankolis. Siang itu, aku bolos sekolah... Karena kemarinnya aku bersama kakakku berangkat ke Jakarta. Yeah, berangkat dari Kampung Cisantri yang sampai sekarang menyisakan kepenatan dan sering membuatku mual tiba-tiba. Ceritanya saat itu aku mencari mamaku dan kakakku yang satu lagi, Linda Mulyani. Tapi, sungguh, aku benar-benar tidak tahu di mana keberadaan mereka,...
Dari Pandeglang kakakku memberhentikan bus setengah, apalah namanya, yang jelas orang-orang menyebutnya kolmini jurusan Rangkasbitung. Hmmm,,, saat itu kak Atu berujar "De, kita naik kereta ke jakarta dari stasun Rangkas, gak apa-apa kan?" Aku hanya mengangguk, karena memang aku tidak mengerti, belum pernah juga ke luar kota tanpa mama. Di dalam kolmini itu, saat itu ingin kumemeluk kak Atu, tapi tidak mungkin, untuk apa, tidak jelas. Yeah, saat itu kolmini penuh, kak Au berdiri sejajar kenek dan aku duduk menyempil di antara tumpukan barang bawaan dan belanjaan orang-orang dari Panimbang dan Sumur (daerah Pandeglang bagian kampung bangeeet). Hmmm, belum lagi saat kenek meminta ongkos, masih terekam dalam memoriku, kakku memberi 6ribu rupiah, tapi dia bilang 2ribu lagi, padahal aku kan pake seragam sekolah, harusnya malah kak Atu hanya membayar 5ribu, huh, dasar orang kampung! akhirnya kakakku hanya menambahkan seribu rupiah saja...
Sesampainya di stasiun Rangkasbitung, kakakku menyuruhku duduk dan memberikanku uang 5ribu rupiah, katanya "jaga-jaga dede mau jajan, ka Atu ngantri tiket dulu."
Oke, jangankan jajan, yang ada aku takut di stasiun yang suasananya horor, rasa capek mengarahkanku untuk menunggu sambil duduk saja. Tak berapa lama, kak Atu membawa tiket dan kami naik ke dalam kereta yang sedari kedatanganku terparkir membeku, seolah melototi semua yang ada di stasiun (keretanya juga menyeramkan dari luarnya).
Ouch! masuk ke dalam gerbong kereta yang dari luarnya horor, ternyata di dalamnya lebih lagi. Baru satu langkah melirik bangku kosong, aku sudah dibuat pusing, enek, mual, mataku sepertinya berputar-putar,,, Kak Atu menarikku ke deretan bangku yang masih muat untuk dua orang, di samping laki-laki yang merokok, dan sebelahnya lagi ada bapak-bapak yang sepertinya telah selesai makan nasi bungkus, tampilannya dekil (dekil sangadh). di depanku (seberang), bertumpuk-tumpuk karung yang isinya seperti buah salak, ouch.... Cukup lama menunggu, hampir 45 menit, kereta belum beranjak juga. Dan keadaanku saat itu diperparah lagi oleh pedagang (sepertinya sih pedagang) yang membawa dua karung besar serisi nangka,,, oh no,,, rasanya ingin muntah saat itu juga,,,, tapi saat kulihat kak Atu selalu tersenyum, memberikanku kekuatan, kekuatan dari ketidakjelasan hidupku membuatku bertahan,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar