Pagi itu, seperti biasa, aku tergesa. Ini semua bermula karena kakakku, secara mendadak membangunkanku, yang telah tidur lagi (sesi 2) sehabis solat subuh.
"De! Kebon Jeruk! Cepet! Telat nih!"
Aku langsung bergegas dan bersiap mengantar kakakku yang sudah tiga perempat panik itu. Mata sebenarnya masih mengantuk, setelah semalaman bergadang menyelesaikan tugas dan laporan. Tapi, demi melihat kakakku yang hampir-hampir full paniknya, semua sirna begitu saja. Ditambah matahari pagi yang menyengat dan menyegarkan setiap pori kulitku.
Memacu kecepatan di tengah kemacetan Jakarta pagi hari, sungguh membuat mataku melotot, mengawasi setiap badan jalan. Tidak sampai 20 menit, Ciledug-Kebon Jeruk akhirnya kurampungkan.
Perjalanan pulang aku lebih memilih slow speed - melaju santai. Karena sepertinya saat berangkat tadi aku kehabisan napas, terengah. Tidak seperti biasanya, aku sengaja memilih lewat jalur kompleks DKI, padahal biasanya aku lewat Joglo.
Masih dengan ramainya lalu lalang orang-orang sibuk berangkat kerja, yang memilih jalur pintas melewati komplek DKI. Ada sesuatu di badan jalan sebelah kanan. Mataku menangkapnya sebagai suatu gerakan-gerakan kecil menggeliat. Tapi, tak jelas, saat itu aku tidak memakai kacamataku yang baru, karena masih terasa faktor koreksi yang terlalu tinggi.
Aku sempatkan fokus melihat, dengan melaju sekitar 5 km/jam. Ah! Ternyata yang menggeliat itu seekor kucing kecil (kitten). Miris! Sungguh memerihkan mataku melihat keadaannya itu. Ia tidak dapat menggerakkan kaki belakangnya yang sebelah kiri, kalau tidak salah. Ah!!! Sampai terpejam mataku beberapa saat kutahu ternyata kakinya sebelah itu agak rata dengan badan jalan. Siapa yang begitu tega menggilasnya?!!! Rasanya aku mau marah. Aku, saat itu sudah menepikan motorku. Tiba-tiba saja seorang ibu, datang dari arah gang kecil. Dengan agak panik sambil berteriak apa, tidak jelas terdengar olehku. Dia menaruh barang belanjaannya di gardu terdekat, kemudian dia menggendong kucing kecil itu, memindahkannya ke tepi, ke tempat yang agak sepi dan terlindung dari keramaian.
Aku, sedikit lega. Aku sangat berterima kasih sekali kepada ibu itu. Aku, berlalu dari komplek DKI pagi itu. Pagi yang menyisakan perih dalam hati. Ada orang yang begitu tega menggilas kucing kecil yang lucu, yang belum dapat berlari dengan baik. Ah! Di mana hati nurani mereka. ataukah mereka tidak melihat kucing kecil itu? Atau memang sudah demikian takdir kucing kecil itu.... Yang jelas pagi itu amat pedih di hatiku....
"De! Kebon Jeruk! Cepet! Telat nih!"
Aku langsung bergegas dan bersiap mengantar kakakku yang sudah tiga perempat panik itu. Mata sebenarnya masih mengantuk, setelah semalaman bergadang menyelesaikan tugas dan laporan. Tapi, demi melihat kakakku yang hampir-hampir full paniknya, semua sirna begitu saja. Ditambah matahari pagi yang menyengat dan menyegarkan setiap pori kulitku.
Memacu kecepatan di tengah kemacetan Jakarta pagi hari, sungguh membuat mataku melotot, mengawasi setiap badan jalan. Tidak sampai 20 menit, Ciledug-Kebon Jeruk akhirnya kurampungkan.
Perjalanan pulang aku lebih memilih slow speed - melaju santai. Karena sepertinya saat berangkat tadi aku kehabisan napas, terengah. Tidak seperti biasanya, aku sengaja memilih lewat jalur kompleks DKI, padahal biasanya aku lewat Joglo.
Masih dengan ramainya lalu lalang orang-orang sibuk berangkat kerja, yang memilih jalur pintas melewati komplek DKI. Ada sesuatu di badan jalan sebelah kanan. Mataku menangkapnya sebagai suatu gerakan-gerakan kecil menggeliat. Tapi, tak jelas, saat itu aku tidak memakai kacamataku yang baru, karena masih terasa faktor koreksi yang terlalu tinggi.
Aku sempatkan fokus melihat, dengan melaju sekitar 5 km/jam. Ah! Ternyata yang menggeliat itu seekor kucing kecil (kitten). Miris! Sungguh memerihkan mataku melihat keadaannya itu. Ia tidak dapat menggerakkan kaki belakangnya yang sebelah kiri, kalau tidak salah. Ah!!! Sampai terpejam mataku beberapa saat kutahu ternyata kakinya sebelah itu agak rata dengan badan jalan. Siapa yang begitu tega menggilasnya?!!! Rasanya aku mau marah. Aku, saat itu sudah menepikan motorku. Tiba-tiba saja seorang ibu, datang dari arah gang kecil. Dengan agak panik sambil berteriak apa, tidak jelas terdengar olehku. Dia menaruh barang belanjaannya di gardu terdekat, kemudian dia menggendong kucing kecil itu, memindahkannya ke tepi, ke tempat yang agak sepi dan terlindung dari keramaian.
Aku, sedikit lega. Aku sangat berterima kasih sekali kepada ibu itu. Aku, berlalu dari komplek DKI pagi itu. Pagi yang menyisakan perih dalam hati. Ada orang yang begitu tega menggilas kucing kecil yang lucu, yang belum dapat berlari dengan baik. Ah! Di mana hati nurani mereka. ataukah mereka tidak melihat kucing kecil itu? Atau memang sudah demikian takdir kucing kecil itu.... Yang jelas pagi itu amat pedih di hatiku....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar