"Buktikan Jika Memang Tidak Bisa!"
Kalimat itu terus terngiang-ngiang dan yang membangunkanku di pukul 23.00 malam ini, begitu cepat melenyapkan kantuk pengaruh obat.
Entahlah. Perkaranya bukan karena aku tidak ingin, bukan karena aku tidak mau. Tapi saat itu aku tidak bisa. Aku memang tidak bisa. Dan kamu ingin agar aku buktikan kalau aku tidak bisa? Bagiku itu sangat memalukan, tanpa harus kubuktikan pun harusnya kamu tahu aku tidak bisa. Padahal awalnya, aku hanya ingin tahu apa yang sedang terjadi padamu. Kamu begitu berbeda. Padahal aku, tak peduli apa penilaianmu, aku akan lakukan apapun untuk kamu, bukankah kamu tahu itu? Tapi kalimat itu...
"Buktikan Jika Memang Tidak Bisa!"
Rasanya kalimat itu begitu menusuk, dalam dan tajam. Untukku yang tengah gagal. Untukku yang hampir putus asa.
"Buktikan Jika Memang Tidak Bisa!"
Kalimat itu ... membuat semua drafku hancur. Semua kata yang telah kusiapkan tuk kuucapkan padamu sirna menyebabkan tak satupun hal kuceritakan padamu.
Tapi sikapmu itu, sikap yang baru pertama aku lihat, yang selama ini tiada pernah aku tahu. Membuatku berkesimpulan kamu tidak lagi ingin dengar curahan hatiku, kamu tidak mau lagi menjadi tempat aku bercerita banyak hal. Sudah tiadakah aku di hatimu? Tiadakah tempat tersisa untukku?
Kamu bahkan mengulangi penolakan itu. Dan kamu tahu? Itu begitu menyakitkan. Saat aku meminta sesuatu sesungguhnya itu dengan kesungguhan. Harusnya kamu tahu karakterku. Tapi... aku kan tiada lagi istimewa di hatimu, maka tiada yang bisa mengharuskanmu untuk apapun, termasuk aku.
Begitu menusuk, tajam, memilukan, namun seperti tanpa luka.
Atau aku saja yang telah lupa definisi luka sejak aku terlalu mencintaimu?
Atau aku saja yang sudah terlalu terbiasa dengan luka di setiap aku merindukanmu dan kamu mengacuhkanku?
Maafkan aku. Maafkan aku yang selama ini hanya buatmu kesal.
Maafkan aku. Maafkan aku yang tidak peduli kebahagiaanmu.
Maafkan aku, yang karena aku, kamu harus membiasakan diri menahan kesal padaku.
Maafkan aku. Maafkan aku yang selalu susahkanmu.
Tidak bisakah kamu memelukku tanpa aku harus mengemisnya?
Tidakkah kamu tahu aku sedang berteriak-teriak dalam hatiku,
bahwa aku begitu merindukanmu.
Ah! Kamu selalu dapat menyanggahnya, kamu selalu bisa membalikkan kata-kataku, dan semua ucapku.
Jika memang sudah tiada lagi rasamu untukku, aku akan mengundurkan diri....
Doaku setiap malam setelah kejadian hari ini, agar aku dapat terlelap, agar kamu tetap memelukku di mimpi itu, dan aku berharap agar aku tiada kan terbangun lagi di pagi keesokan harinya, dan seterusnya, selamanya, agar mimpi itu tiada kan berakhir, agar kamu tetap yang seperti kukenal, agar tak perlu aku melepas pelukmu....
Kalimat itu terus terngiang-ngiang dan yang membangunkanku di pukul 23.00 malam ini, begitu cepat melenyapkan kantuk pengaruh obat.
Entahlah. Perkaranya bukan karena aku tidak ingin, bukan karena aku tidak mau. Tapi saat itu aku tidak bisa. Aku memang tidak bisa. Dan kamu ingin agar aku buktikan kalau aku tidak bisa? Bagiku itu sangat memalukan, tanpa harus kubuktikan pun harusnya kamu tahu aku tidak bisa. Padahal awalnya, aku hanya ingin tahu apa yang sedang terjadi padamu. Kamu begitu berbeda. Padahal aku, tak peduli apa penilaianmu, aku akan lakukan apapun untuk kamu, bukankah kamu tahu itu? Tapi kalimat itu...
"Buktikan Jika Memang Tidak Bisa!"
Rasanya kalimat itu begitu menusuk, dalam dan tajam. Untukku yang tengah gagal. Untukku yang hampir putus asa.
"Buktikan Jika Memang Tidak Bisa!"
Kalimat itu ... membuat semua drafku hancur. Semua kata yang telah kusiapkan tuk kuucapkan padamu sirna menyebabkan tak satupun hal kuceritakan padamu.
Tapi sikapmu itu, sikap yang baru pertama aku lihat, yang selama ini tiada pernah aku tahu. Membuatku berkesimpulan kamu tidak lagi ingin dengar curahan hatiku, kamu tidak mau lagi menjadi tempat aku bercerita banyak hal. Sudah tiadakah aku di hatimu? Tiadakah tempat tersisa untukku?
Kamu bahkan mengulangi penolakan itu. Dan kamu tahu? Itu begitu menyakitkan. Saat aku meminta sesuatu sesungguhnya itu dengan kesungguhan. Harusnya kamu tahu karakterku. Tapi... aku kan tiada lagi istimewa di hatimu, maka tiada yang bisa mengharuskanmu untuk apapun, termasuk aku.
Begitu menusuk, tajam, memilukan, namun seperti tanpa luka.
Atau aku saja yang telah lupa definisi luka sejak aku terlalu mencintaimu?
Atau aku saja yang sudah terlalu terbiasa dengan luka di setiap aku merindukanmu dan kamu mengacuhkanku?
Maafkan aku. Maafkan aku yang selama ini hanya buatmu kesal.
Maafkan aku. Maafkan aku yang tidak peduli kebahagiaanmu.
Maafkan aku, yang karena aku, kamu harus membiasakan diri menahan kesal padaku.
Maafkan aku. Maafkan aku yang selalu susahkanmu.
Tidak bisakah kamu memelukku tanpa aku harus mengemisnya?
Tidakkah kamu tahu aku sedang berteriak-teriak dalam hatiku,
bahwa aku begitu merindukanmu.
Ah! Kamu selalu dapat menyanggahnya, kamu selalu bisa membalikkan kata-kataku, dan semua ucapku.
Jika memang sudah tiada lagi rasamu untukku, aku akan mengundurkan diri....
Doaku setiap malam setelah kejadian hari ini, agar aku dapat terlelap, agar kamu tetap memelukku di mimpi itu, dan aku berharap agar aku tiada kan terbangun lagi di pagi keesokan harinya, dan seterusnya, selamanya, agar mimpi itu tiada kan berakhir, agar kamu tetap yang seperti kukenal, agar tak perlu aku melepas pelukmu....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar