Senin, 16 November 2009...
Mataku terpaku pada layar, terpancar air mata yang membasahi pipiku sendiri. Terserah orang mau bilang apa mengenai diriku jika melihat keadaanku saat ini. Tapi toh kenyataannya tidak ada yang melihat. Aku bebas. Bebas mengalirkan air mataku ke mana saja semauku, sesukaku, dan sepuasku. Hati ini terguncang, jiwa ini tidak tenteram. Ya, bergetaran rasanya. Memang aku sedang sakit saat ini, tapi bukan sakitku yang membuatku bergetaran, bukan, bukan itu.
Perasaan gelisah ini muncul karena kesadaran, ya, kesadaran yang amat dalam dan pedih bagi diriku. Mungkin sudah nasibku untuk selalu terhina. Tapi yang jelas kuberusaha memberikan yang terbaik untuk semua orang yang aku sayangi.
Yah, itu adalah idealisku. Hari ini, HARI 16 November 2009 tanggal RABU, jelaslah di mataku, jelaslah semua! Mereka hanya semu! Mereka tidak sesungguhnya sayang, mereka hanya menunjukkan kamuflasenya padaku. Tidak ada yang benar-benar memedulikanku, bahkan dia yang selama ini kujadikan acuan hidupku, teman yang paling kusayangi di antara yang lain, juga sama, tidak jauh dari kepura-puraan,...
Ya, betul! Mereka hanya melihatku dari kehidupan fisikku, bukan dari ruhku,... Tapi, apakah kematianku dapat memberikan bukti bahwa mereka itu benar-benar peduli atau benar-benar kamuflase, entahlah!
Untuk dia, teman yang paling kusayangi, selama ini ku berusaha dan hanya berharap agar menjadi bagian hidupnya, menjadi hal yang berharga, dan untuk itu kukesampingkan semua hal yang menjadi benteng perbedaan, termasuk keyakinan kami, tapi... Tapi ternyata semua yang kuusahakan gagal, semua yang kuharapkan sirna, karena dia tidak menganggapku berarti bagi hidupnya, atau mungkin malah menganggapku tidak hidup? entahlah.
Saat ini ku menangis,... tapi bukan untuk DIA! Kumenangisi diriku yang salah menyayangi orang. Ya sudahlah, lagipula kusudah terbiasa dengan kepura-puraan dan kebohongan. Tidak masalah, untuk teman2 yang lain yang juga kamuflase, tidak masalah. Ini menjadikanku belajar untuk menilai orang dengan tepat, secara objektif, bukan dengan perasaan. Atau bahkan lebih baik jika ku tidak berperasaan? entahlah. Yang jelas sudah beberapa yang menunjukkan bahwa dirinya telah berhasil membohongiku, berhasil dalam kepura-puraannya, dan berhasil membuatku menangis............
Barakallaahu fiik ya dewi... ^^
BalasHapus