Labels

daniera (118) kanazawa (7) nada (92) pengetahuan umum (6) profesi guru (1) puisi (16) skripsi (1)

Kamis, 26 Januari 2012

Kamu yang Terkasih,

Kini, aku mengerti letak keistimewaan.
Semua, terkait dengan kepentingan. Tak lepas dari sifat manusia. Yang pasti rasakan kejenuhan.

Ya, kini aku mengerti sedikit tentang kerumitan hidup. Tentang makna kata 'istimewa'.

Kamu akan terasa istimewa saat kamu memiliki peranan penting bagi orang lain. Kamu akan diistimewakan jika kamu menjumpai suatu kelangkaan. Mungkin semacam  hukum alam. Selama ini kita mengetahui kelangkaan, atau mirip dengan kepunahan. Setiap yang langka di bumi ini akan mendapat perhatian ekstra, mendapat perlakuan istimewa. Semua tercurah untuk mempertahankan keberadaan yang semakin langka atau mendekati punah. Dan aku baru menyadari, ternyata itu merupakan analogi yang dapat berlaku dalam kehidupan..., kehidupanku.

Aku tak menyangka.
Ya, karena sebelumnya kupikir, semua berpotensi jadi istimewa, ya, semua.
Namun aku salah. Ya, aku salah.

Betapa peliknya bahwa hukum kelangkaan akan berkaitan erat dengan istimewa.
Aku baru mengerti,
aku baru mengerti.
Aku harus membuat semua menjadi langka, atau haruskah aku membuat kedekatan dengan kepunahan dalam hidupku, agar semua menjadikan istimewa. Entahlah.
Kamu tentunya lebih mengerti.
Kamu dan aku terlahir di tempat yang berbeda.
Kamu ajariku banyak hal.

Agar tiada kejenuhan maka aku harus menciptakan keadaan langka, begitukah? Agar tiada dilupakan, aku harus menjadi benar-benar sesuatu yang langka, atau menjadi sesuatu yang sebentar lagi punah, begitukah?
Entahlah.

Aku hanya sedang belajar menganalogikan. Beritahukan aku jika aku salah.
Karena kini aku berpikir tentang semuanya sendiri, tanpamu, tanpa siapa yang mendampingiku.

Beritahu aku jika aku keliru, karena aku masih dalam tahap pendewasaan.
Kamu akan selalu bersamaku, kan?
Adamu selalu 'sangat berarti'
Adamu selalu 'sangat kunanti'
Terbukti, sore itu, saat kuterlihat seperti sedang menyendiri.
Kamu lewat di depanku, Kamu menghampiriku, dengan wajah khawatirmu.
Padahal aku bisa lihat kamu sedang tergesa. Namun, karena kelangkaan kebersamaan kita, ternyata sore itu menjadi sangat berarti, lebih berarti dari sebelumnya.
Apakah itu benar?

Aku kira kamu lupakan aku, ternyata tidak. Kelangkaan pertemuan yang terjadi di antara kita, ternyata membuatmu tidak pernah lupa aku. Ternyata membuat sore itu menjadi sangat berarti, karena kamu membawakan sesuatu. Mungkin akan beda maknanya jika sesuatu itu kamu bawa sesaat setelah kamu kembali ke sini. Kamu tentu tidak akan pernah berhenti mengajariku banyak hal, begitu kan?

Aku harus tetap bertahan menghadapi semua hal yang mengatasnamakan kepentingan dan kekuasaan, mungkin. Kini aku mengerti beberapa analogi yang terterap dalam hidup.
Atau... aku salah?
Maka beritahu aku.
Ya, beritahu aku, karena aku dan kamu telah kehilangan suatu masa dapat menciptakan perdebatan dengan argumen-argumen ilmiah. Ya, saat itu..., seingatku, waktu di mana aku dan kamu tak bisa lagi bertukar argumen ilmiah, mencampurnya, menggabungkannya, memahaminya, dengan suatu satu pemahaman utuh, tuk menjawab semua persoalan.

Dan waktu itu tidak ada lagi. Tapi, saat kita secara kebetulan membahas mengenai tiga... tiga apa ya? aku lupa. Dan aku membuat pertanyaan semacam perbandingan. Aku penasaran, bagaimana aku..., di hatimu.

Dan kamu dengan sejuknya mengatakan bahwa aku berbeda, ya, tentu berbeda dari ketiga itu. Dan kamu katakan perbedaanku dari mereka adalah aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku tersenyum mendengarnya.

Kamu katakan saat tiga itu menyakitimu, dan aku? Aku tiada pernah menyakitimu, aku tiada pernah meninggalkanmu, tak peduli seberapa jauh mereka bertiga itu menjaga jarak denganmu. Dan kamu dapat membaca isi hatiku tanpa membuatku terkesan menjadi buku yang terbuka.
Aku mencintaimu.

Saat nanti, akankah kamu berikan satu kesempatan padaku untuk berfoto bersamamu, berdua saja, tanpa perlu merasa risih atau tersingkir oleh teman-temanmu yang juga amat menyayangimu dan kamu sayangi tentunya.
Atau... menyelipkan kesempatan itu, saat kamu dan keluargamu yang pasti mengiringimu. Adakah aku telah menjadi bagianmu? Seperti yang kamu bilang sebelumnya.

Kini aku mengerti, saat aku dengan menangis dalam pelukmu.
Kamu katakan risiko mencintai adalah sakit hati.
Dan kita harus menerima keduanya.
Dan kini aku mengerti.
Ya, kamu mengajarkanku ketabahan saat itu.
Sebuah ketegaran, walau tak lepas dari air mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar