Labels

daniera (118) kanazawa (7) nada (92) pengetahuan umum (6) profesi guru (1) puisi (16) skripsi (1)

Rabu, 16 November 2011

Kamu itu Bahagiaku

Saat-saat kamu tidak menjawab pesanku, atau saat di mana kamu tak mengangkat teleponku, adalah waktu yang buatku semakin sadar, kamu begitu berartinya untukku, adikku...
Entah sejak kapan...
Aku menyayangimu, aku begitu peduli padamu, aku amat mencintaimu...
Aku, yang akan menyalahkan diriku jika aku tahu aku lalai dalam menjagamu tetap tersenyum dan semangat, maafkan aku. Hanya kata itu, selebihnya? Aku harus tetap bersabar, sampai kamu benar-benar merasakan aku sangat menyayangi kamu, hmmm, my soul...

Sore ini, begitu menyedihkan bagiku, karena aku lalai mengartikan sinyal darimu, yah, aku telah lalai menerjemahkan bahasamu, bahasa hati mungkin, atau bahasa kita, lebih tepatnya. Aku malah sibuk dengan perasaanku yang khawatir berlebihan dengan BB baru itu, karena di depanku sudah terbayang aku telah membuang dengan percuma layanan internet service, hanya gara-gara BB ku menolak nomorku. Aneh. Entahlah, mestinya aku sadari ini sejak awal, usah lagi mempermasalahkan dan ngotot agar nomor ***** ku terpasang di handheld itu, aku harusnya dapat berpikir mudah, simpel, ringkas, menggunakan layanan *** untuk internet service di handheld ku itu... Aaahh, semua sudah terlanjur terjadi.

Dan sekarang, sore ini, di saat aku sudah mulai bisa menenangkan pikiranku, mencoba kembali berkosentrasi pada tulisanku, aku menyesali kecerobohanku, aku 'terlalu terburu-buru' dalam mengambil keputusan, dan terlalu idealis, agar handheld ku itu terpasang nomor utama, dan keresahan yang timbul ternyata mengakibatkan 'berkurangnya sinyal hatiku' padamu, adikku... maafkan aku.

Sore ini, saat aku kembali menghubungimu, dan mengetahui keadaanmu, dan tak enya usahaku gagal agar tetap berkomunikasi padamu. Aku khawatir. Bukan karena aku tidak percaya padamu, aku khawatir sebagaimana khawatirnya seorang kakak kepada adiknya, aku berdoa supaya kamu baik-baik saja. Kalau saja kamu tahu, di sini aku, menunggu kabarmu dengan tak sabar. Tetapi aku tentu harus sabar, ya, harus mempertahankan kesabaranku, tepatnya. Karena pastinya lelah menyelimuti kegiatanmu hari ini. Maafkan aku, karena hari ini aku gagal menjadi kakak yang selalu melindungimu, mengerti adiknya, aku masih belajar...

Saat kukatakan aku merindukanmu, aku benar-benar merindukanmu. Bukan hanya sekedar kalimat yang terlafal otomatis di benakku karena aku terlalu sering mengatakannya, bukan, bukan itu.... Andai saja kamu tahu, aku mengatakannya sambil menitikkan airmata, karena aku memang benar-benar merindukanmu, kamu pasti akan langsung memelukku. Tapi tidak, aku tidak secengeng itu di depanmu. Kebahagiaanku setiap bertemu denganmu, itu saja sudah cukup untuk menutupi sakit yang ditimbulkan rasa rindu itu. Aku tidak mau kamu memelukku karena merasa iba atau kasihan kepadaku yang menangis di depanmu. Aku juga tidak mau mendengar kamu mengatakan rindu di telepon hanya karena aku mengatakan rindukanmu sambil menangis. Tidak. Setiap ucapkan rindu itu, setiap ucapkan sayang itu, aku selalu menggigit bibirku agar nada suaraku terkesan biasa, normal. Bahkan belakangan ini mungkin aku sering melakukan improvisasi mengucapkan kalimat-kalimat itu, adalah agar tidak kentara kerinduan yang begitu besar.

Miss you so much, my soul sister... And I really miss you, when i say it. :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar