Siang itu terdengar isakan tangis, aku benci mendengarnya. Terdengar juga suara kakakku yang tegas, yang selama ini selalu berikanku kekuatan, selalu ingatkanku aku harus tetap bertahan dalam perjuangan. Tiba-tiba suara pintu terbanting juga terdengar, tak lama dari suara isakan tangis. Hufth.... :'(
Andai saja aku bisa meminta, ya, meminta kepada-Nya, saat di Lauhul Mahfudz agar kuterlahir sebagai anak yang ceria, yang bahagia, yang tak ada hambatan apapun dalam hidup.... Namun, kuberpikir, proses penciptaan manusia bukan didasarkan pada yang diminta makhluk-Nya, tapi semua itu adalah kehendak-Nya. Dia yang menentukan kejadian terlahirnya aku.
Teringat percakapan dengan kakakku, kak Linda;
D: Seperti dejavu saat-saat kelam dalam hidup De, saat yang tidak jelas.
L: Kapan?
D: Ya, saat lulus SMP dan akan melanjutkan ke SMA,...
L: Iya, kakak ingat, De sakit parah waktu itu, tipes.
D: Kapan ya, kita bisa terlepas dari semua ego?
L: Sabar aja, semua ada waktunya. Perbanyak berdoa.
D: Ya, tapi rasanya sudah lelah dengan ini semua, ingin sesegera mengakhiri.
L: Harusnya De lebih kuat, De pernah rasakan yang lebih sulit dari ini, kakak juga. Kita bahkan pernah tak saling tahu kita di mana. Kita bahkan pernah terpisah jauh, kita bahkan pernah sulit berjumpa, walaupun hanya dalam mimpi. Kita pernah alami masa-masa tersulit dalam hidup kita. Harusnya kita lebih kuat. Ini tak seberapa. Harusnya kita lebih mengerti, harusnya kita lebih dewasa....
D: Tapi, De sedih, seolah semuanya redup, hilang begitu saja hanya karena ego.
L: Ingat De, posisi kita hanya sebagai anak, De harus kuat! YA, lebih kuat dari kakak malah, karena sesungguhnya yang buat kakak tetap bertahan, tidak pergi tinggalkan semua adalah De, ya, kak Linda sayang De, De harus kuat!
D: Maaf jika setiap momen De lebih memilih membisu, diam tak bisa angkat bicara.
L: Tak apa, itu bagus. Lagipula terlalu banyak bicara membuat suasana tambah panas.
D: Apakah pendapat De sedikitpun tidak dipertimbangkan?
L: Bukan itu masalahnya, De harus tahu kapan pendapat itu diungkapkan, tidak semua waktu menjadi pas untuk mengungkapkan apa yang ada dalam benak kita.
D: Lalu? kak Atu akan jarang atau bahkan dalam waktu yang lama tidak bertemu? Termasuk dengan kita? Dan... Dan Paman bagaimana? sama juga? Trus saja seperti itu, trus saja tinggalkan De,.... Memang harus hidup dalam redup.
L: Hush, kak atu tak akan pernah tinggalkan De, tak akan pernah tinggalkan kita, lagipula kalo De kangen kan De tahu kantornya, De udah berani bawa motor jauh, ya jadi tidak ada masalah. Lebih baik jauh kemudian kita akan saling merindukan, begitu bukan? Persoalan paman, kak Linda belum bisa berpendapat apapun, tidak ada pihak yang mau mengalah, jadi biarkan saja dulu, biar waktu yang menghanyutkan semua kesal dan gejolak emosi.
D: Hufth :'( (menangis untuk beberapa menit)
L: Loh? De jangan sedih, semua pasti ada hikmahnya, dan tugas kita adalah berpikir, semangat, berdoa! De harus bisa lulus semester ini, setelah itu...
D: Setelah itu? kakak juga bakal tinggalin De? gitu kan?
L: Ya, itu untuk masa depan kita yang lebih baik. Tak baik kalo kakak terus di rumah, terkadang sulit juga tuk menahan emosi. Lagipula kak Linda percaya De lebih baik dari kakak, ya, yang terbaik di antara kita bertiga. De paling pintar, dan harusnya paling bisa hadapi semua masalah hidup, bukan sekedar menjawab soal Matematika atau Fisika. Ada bu Neli yang setia membantu De,,,,
D: De malu, bu Neli sudah terlalu banyak membantu.
L: Loh? jangan merasa seperti itu, lagipula kan sudah De anggap sebagai orangtua sendiri, diskusikan saja semua kesulitan yang De hadapi. Sebentar lagi kak Linda juga punya keluarga sendiri, tak bisa berlama-lama mengurus De, tak bisa merapikan kamar tidur De lagi, tak bisa lagi, dan pada akhirnya De harus bisa mandiri.
D: (tanpa kata) :'(
L: Yasudah, sekarang fokus skripsi, kesampingkan dulu masalah-masalah ini. Biarkan memudar seiring berjalannya waktu.
Redup. Redup. Redup.
Itulah gambaran kehidupan yang kualami sekarang, setelah beberapa waktu yang lalu kukira duniaku menjadi terang, namun tidak. Cahaya yang hadir hanya sebuah transisi, Ya, sebuah transisi akan ada fase keredupan yang lain dalam hidupku, yaitu sekarang ini.
Sebuah lagu mengiringi, yang mengiris perasaanku juga, terutama liriknya,
"Wajar bila saat ini ku iri pada kalian, yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah. Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam :'( "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar