Harusnya aku menyadari hal ini dua minggu yang lalu, saat dia, orang yang sangat kusayangi katakan "Aku gak begitu suka Daniera". Namun, aku masih saja berharap dia suka dengan semua yang kutulis. Setelah berlalu dua minggu, dia tidak juga menyapaku. Ada apa gerangan? Hmmm, salah satu penggemar Daniera memberikan saran kepadaku, "Setiap orang punya kesibukannya masing-masing Ka, jadi marilah kita mengerti."
Oke, akhirnya tuk obati kerinduanku yang memuncak kembali kubuka posting-posting lama di blog Daniera Erka Wilarka ini. Hmmm,,,, ternyata banyak posting yang kubuat tentangnya, banyak, bahkan lebih dari yang kukira, mungkin karena aku pengecut, :(
Suasana merindukannya ternyata diperparah oleh salah satu adik tingkat, dia suka dengan kalimat yang kutulis dalam posting yang juga untuknya, untuk orang yang sangat kurindukan itu. Hhhh, Uswaaa, harusnya kamu tahu, dengan menuliskan kalimat-kalimat itu di FB buat dadaku rasakan linu karena kerinduanku padanya bertambah. Tapi tak apa. Aku senang bila ada yang suka dengan tulisanku. Aku senang bila mereka suka dengan Daniera, tidak sepertinya, yang tidak begitu suka. Ya, aku senang bahkan ada yang sampai terbawa haru, terbawa sedih, hanyut dalam cerita yang kutulis, setidaknya tulisanku hidup. Ya, tulisan yang miliki nyawa di mata mereka yang menikmatinya. Walaupun tujuan awalku bukan untuk mengajak mereka bersedih, tak lebih dari sekedar menghibur.
Cukup Daniera, sosok yang mengetahui kesedihanku yang dalam, kerapuhanku yang berkeping. Dengan sosok itu aku bisa terlepas dari formalitas di kehidupanku. Aku bisa mengingat hal menyenangkan dan menyedihkan sekaligus. Aku dapat menangis dengan nyamannya. Aku dapat terisak dengan sepuasnya. Tanpa pedulikan image sebagai Asisten Dosen Fisika Komputasi, tanpa hiraukan image sebagai Mahasiswa tingkat akhir, hfthhh.....
Namun, ternyata dia, adik yang keterlaluan kusayangi tidak suka dengan Daniera. What's? Oh no! Tak apa kupikir. Lagipula bagus, yang dia inginkan adalah sosok diriku sebagai Dewi Muliyati. Sampai sini, aku lega. Selama dua minggu ini tak menyapaku ada dua perkara. Pertama, dia sama sekali tidak rindukan aku. Dan yang kedua, dia baik-baik saja. Tidak ada hal yang buatnya tak nyaman. Jadi teringat postinganku saat masih penelitian tahap-1 di Pandeglang.
Aku bersyukur dia baik-baik saja, karena tak berikan kabar padaku, aku bersyukur dia tak menyapaku, karena artinya dia senang. Namun, sedihku adalah dia tidak rindukanku. Rinduku bertepuk sebelah tangan! Teringat tulisanku yang berjudul 'Sadarku, Ku begitu Menyayangimu'
'Ku selalu mendoakan agar kamu tak pernah rasakan sepi, agar kamu selalu bahagia, agar kamu selalu ceria, agar kamu selalu mendapat perlindungan Allah swt., agar kamu tak pernah sedih, agar kamu tak menangis,...
Walaupun itu berisiko kau lupakanku.... Tak apa, bagiku, perkara dilupakan sudah biasa.
Karena ada hal yg lebih penting,
Aku takut kamu sedih,
Aku takut kamu sakit,
Aku takut kamu pergi....'
Namun saat kubaca posting-posting nya di blog, tidak kurasakan keceriaan di sana, tidak kurasakan semangat yang menggebu (seperti saat kukenal dia), kurasakan ada suasana melankolis di sana. Tak sampai di sana, kubaca update statusnya di FB, kubaca semua history-nya, tandakan ada kesedihan yang dia alami.
"Bagaimana kita dapat mencari sesuatu yang kita sendiri tidak tahu sesuatu yang kita cari itu, adikku?"
Bahkan dalam kondisi seperti itu, dia tak berikan kabar padaku...
Aku terluka, terluka karena rasakan rasanya, dan terluka karena kini dia tak lagi istimewakanku, jangankan diistimewakan, dianggap saja sepertinya tidak. Jika dulu dia menangis padaku, sekarang, jangankan menangis, menyapa pun tak mau. Ya, harusnya aku ketahui bahwa aku tak berarti apapun untuknya. Harusnya kutahu sedari dulu. Tapi, tak mungkin tuk kurangi sayangku padamu, tak mungkin tak rindukanmu. Ya sudahlah, tak apa-apa.
Aku sadar, aku yang sudah bersikap bodoh. Harusnya aku dapat berpikir logis. Ya, dia punyai kk yang jauh lebih baik dariku, seorang dokter. Sedangkan aku? Tak ada yang pantas dibanggakannya dariku. Kebutuhannya berbeda denganku. Ya, aku yang sebagai anak bungsu tentu akan dengan menggebu-gebu menyayangi setiap adikku (atau boleh dibilang yang menganggapku kakak). Aku tahu, dia baru saja kehilangan adiknya. Tapi, salahkah aku yang datang sebagai kakaknya? Tidak salah menurutku, namun tidak tepat dengan yang sedang ia butuhkan. Hufthhh,, ku tak cantik untuk jadi kk nya, tak cukup pintar, tak bisa menyanyi, tak bisa apa-apa. Teringat ceritanya tentang percakapan;
C: Dia yang mengejar-ngejar aku!
S: Tapi kamu sayang dia kan?
C: Dia yang butuh aku, kalo aku sih biasa aja.
Harusnya ku tahu yang mana yang benar-benar harapkanku, yang mana menempatkanku istimewa di hati, yang mana yang menganggapku ada, yang mana yang butuhkanku, aku terlalu bodoh, atau buta? hingga tak lagi bisa bedakan yang mana yang seharusnya kusayangi. Ahh, tak tahulah. Mungkin aku saja yang sedang labil, hingga tuliskan ini. Mungkin aku saja yang ingin dengar dia katakan 'Aku kangen ka Dewi'...
Dia tak suka Daniera, dan dia juga tak Mengganggap Dewi...
Gelisah adalah keinginan untuk keluar dari masalah, galau adalah menikmati kebingungan,,
BalasHapusMario teguh say,,