Labels

daniera (118) kanazawa (7) nada (92) pengetahuan umum (6) profesi guru (1) puisi (16) skripsi (1)

Sabtu, 04 Juni 2011

Selasa Mendung di Penghujung Mei

Selasa, 31 Mei 2011....

Pagi itu terasa lelah, pusing. Kuterbatuk tanpa henti, bahkan beberapa kali aku muntah, tak ada kekuatan. Badanku lemah, rasanya kepalaku berputar-putar. Akhirnya kuputuskan saja untuk sms PJ (Penanggung Jawab) Kelas Mata Kuliah Fisika Komputasi, Gustav, agar membuat jarkom tambahan kuliah hari itu diundur jadi pukul 13.00 yang semula kujanjikan pukul 07.30....

Jam meja yang merupakan hadiah pemberian mahasiswa PFR-09 menunjukkan pukul 11.30.... Tak bisa kutahan rasa rindu padanya, kutelpon saja, apalagi chat-ku di FB dan YM hanya dibalas dengan kalimat pendek. Mendengar suaranya, seolah ada yang menyengat dalam darahku. Ya, kuakui, dia bagaikan listrik semangatku. Tidak banyak hal yang kubicarakan, karena bolak-balik kukatakan aku merindukannya, sangaaat merindukannya.

Hmmm,,, 12.05, aku benar-benar harus bersiap ke kampus. Berangkat dari rumah pukul 13.00,,,maaf ya PFR-09, benar-benar telat. Selama perjalanan, Ciledug benar-benar macet. Kuingat pesan Mama sesaat sebelum kuberangkat dengan beat merahku itu.

"Hati-hati ya Nak, jangan sampai kehujanan, sudah mulai mendung, jangan terlalu ngebut juga."

Kurasakan sejuk, mungkin karena mendung di sepanjang perjalanan. Kuperhatikan, speedometerku tak pernah lebihi garis 40km/jam. Aneh, aku begitu menikmati kemacetan jalan raya di siang hari yang mendung ini. Ya, aku benar-benar menikmatinya. Ibarat rekaman, seolah semua ingatan, memori, percakapan, candaan dengannya terputar kembali di kepalaku. Semua katanya kuingat, saat ia tanyakan alasan kumenyayanginya, saat ia tanyakan soal Listrik Magnet, saat ia meyanyikan banyak lagu untukku, semua seolah terputar kembali....

Tak ada rasa sakit di dada saat kumengingatnya sepanjang perjalanan Ciledug-Rawamangun. Malah kurasakan semangat, rasa bahagia di hari yang mendung itu. Mungkin karena sebelum berangkat aku meneleponnya dulu, yang ternyata obati kerinduanku. Andai saja dia tahu, kini dia menjadi bagian penyemangatku.... Andai saja dia tahu kini kurasakan bahagia setiap kudengar suaranya, Andai saja....

Tak apa, ku tahu dia sibuk lebih dari yang ku tahu. Aku berusaha konsisten terhadap apa yang kutulis, kan kubiarkan diriku terlena oleh rasa sakit karena menahan rinduku untuknya. Lagipula, saat dia tidak sms-ku, artinya ia sedang tak sendiri, artinya ia sedang tak sepi, artinya ia sedang senang,... Ya, harusnya aku bahagia dia tidak menyapaku, karena itu merupakan indikator dia baik-baik saja....

17.00....
Sisa kemendungan masih terasa di langit di sore itu, saat ku berangkat dari kampus menuju rumahku di Ciledug. Sama seperti saat berangkat, aku mengemudikan motor dengan pelannya, tak lebih dari garis 40 km/jam. Kumenikmati setiap kemacetan sepanjang jalan Rawamangun-Ciledug menjelang magrib. Sungguh tak biasa. Padahal aku pernah menangis di tengah jalan Karet saat pertama kali kumengendarai motor ke kampus, karena terlalu macet, ya, menangis dan pengendara motor lain terheran melihatku.

Aneh memang, aku merasa senang dalam macet kali ini, aku merasakannya dengan penuh cita, bahagia rasanya. Dan aku berpikir, sampai pada suatu kesimpulan. Ternyata karena kudengar suaramu, terimakasih telah menjadi kekuatanku di hari itu, Selasa yang mendung di penghujung Mei....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar